Kilat Karaka Janji Kooperatif? Ikuti Proses Hukum

  • Bagikan
KOLAKAPOS, Makassar--AM Kilat Karaka selaku Direktur PT Haka Utama, akhirnya angkat bicara dan menanggapi penetapan dirinya sebagai salah satu tersangka dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Belajen, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang, Sulsel. Ia pun berjanji untuk kooperatif, mengikuti seluruh proses hukum yang ada. Sebelumnya, pada Senin (3/7) lalu, Polda Sulsel melalui Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) menetapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Enrekang dr Marwan Ahmad Ganoko bersama Andi M Kilat Karaka, dan Sandy Dwi Nugraha (Kuasa Direksi PT Haka Utama), sebagai tersangka. Kilat mengakui, dirinya hanyalah menjadi korban dalam kasus itu. Ia sama sekali tidak tahu menahu soal proyek yang kini tengah disidik polisi itu, sehingga merasa kaget dan heran setelah mengetahui dirinya dijadikan tersangka pada kasus itu. "Iya, sejujurnya saya kaget dan heran tiba-tiba ada pernyataan Polda dan mengirimkan surat penetapan sebagai tersangka pada dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama di Enrekang," terangnya diberitakan Rakyat Sulsel, Jumat (7/7). Kilat menjelaskan, tidak pernah mengetahui dan ikut terlibat dalam proyek itu. "Perusahaan saya cuma dipinjam dan dipakai teman yang bernama Sandy (Sandy Dwi Nugraha), tersangka lainnya. Itupun ada bukti surat kuasa yang dibuat di notaris mewakili PT Haka Utama untuk mengerjakan proyek pekerjaan tersebut. Dalam surat kuasa itu dijelaskan seluruh tanggung jawab ada pada pemegang kuasa. Jadi masalah teknis dan keuangan mereka (Sandy, Red) yang tanggung jawab semuanya," jelas Kilat.? "Tidak ada mark up di dalam proyek itu, mungkin ada beton tidak sesuai bestek-nya. Meski demikian kontraktor juga sudah membayar seluruh denda keterlambatan pekerjaan," tambahnya. Kilat mengakui, baru mengetahui bila proyek tersebut bermasalah setelah dirinya dipanggil untuk dimintai keterangan penyidik Polda Sulsel beberapa waktu lalu. Sebab perusahaannya telah dia kuasakan kepada Sandy untuk mengerjakan proyek pembangunan RS Pratama Belajen tahap pertama di Kabupaten Enrekang tahun 2015 lalu. Dirinya semestinya tidak dijadikan tersangka dalam kasus tersebut, lantaran ada tanda tangannya dalam kontrak dan berkas pencairan. "Ini kan bukan kesalahan saya. Seharusnya pihak PPK dan konsultan pengawas memasukkan surat kuasa yang telah dibuat di dalam berkas proyek tersebut. Kalau sudah ada kuasa dari saya, berarti tidak perlu lagi saya yang bertandatangan dalam dokumen proyeknya," ujar Kilat. Namun, surat kuasa tersebut tidak dilampirkan dalam dokumen proyek, sehingga dirinya dianggap terlibat oleh penyidik lantaran ada tanda tangan dirinya. Kilat juga merasa heran dengan kasus ini. Pasalnya, pada proyek tersebut, konsultan pengawas sudah menyetujui volume pekerjaan 100 persen, sehingga anggarannya juga cair 100 persen. Meski begitu, ia menghargai upaya proses hukum yang dilakukan Polda Sulsel. Ia mengatakan, dirinya akan kooperatif mengikuti prosedur serta proses hukum yang kini tengah berjalan. "Ini kan namanya baru dugaan. Masih dalam proses. Tetapi kita tetap kooperatif mengikuti proses hukum. Apalagi, akan ada kajian pendalaman kasus ini," katanya. Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani, mengungkapkan, yang bersangkutan telah ditetapkan tersangka karena dalam kasus itu, Marwan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). "Dia (Marwan) tidak sendiri, ada lagi dua orang yang ditetapkan tersangka, dua orang itu ialah pelaksana dalam proyek pembangunan rumah sakit itu," ungkap Kombes Pol Dicky. (fajar)
  • Bagikan