Ketua DPRD Muna Dipaksa Lengser; Mukmin Naini Merasa Dizholimi Kader Partai

  • Bagikan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Muna, Mukmin Naini
KOLAKAPOS, Raha -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Muna, Mukmin Naini merasa dizolimi oleh para kader Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) kabupaten Muna karena telah memaksakan dirinya harus lengser dari jabatan sebagai Pimpinan Dewan. Hal ini diakuinya pada Kolaka Pos saat dijumpai di ruang kerjanya DPRD Muna beberapa hari lalu. Menurutnya, mekanisme pengusulan terhadap pergantian Ketua DPR ada tiga ketegori yakni yang pertama meninggal dunia, kedua mengundurkan diri, dan ketiga diusulkan oleh partai politik. " Kalau meninggal dunia, saya alhamdulillah tidak meninggal. Kalau mengundrkan diri, saya juga tidak membuat pengunduran diri itu. Nah, sekarang masuk yang ketiga ini partai politik yang mengusulkan saya. Mengusulkan atas pikirannya partai itu ada sesuatu yang salah dari saya, mungkin saya membuat aib partai, membuat aib lembaga ini (DPRD Muna- Red) atau menyalah gunakan kewenangan sebagai Ketua DPRD atau kemudian tidak mampu menjalankan. Tapi rasanya tidak ada perspektif-perspektif seperti itu tidak ada. Tidak muncul," ujarnya. Sejauh ini kata Mukmin Naini, pasca DPD PAN kabupaten Muna memasukkan surat usulan ke Sekretariat DPRD Muna sejak Senin,11 Desember 2017 lalu perihal pergantian dirinya yang akan digantikan oleh dr Abdul Rajab Biku, rupanya pihak partai belum dapat menunjukan alasan yang kuat untuk membuatnya lengser dari posisi ketua Dewan. "Apakah saya tidak mempunyai kemampuan atau gagal memerankan peran saya dalam rangka mendorong kebijakan-kebijakan Pemda? Kalau itu yang muncul seharusnya tidak ada protes ke saya dan partai harus menunjukan hal tersebut. Tapi sejauh ini tidak ada. Padahal sesuai mekanisme partai, kita diberi peringatan secara tertulis dan dipanggil diberi waktu untuk klarifikasi ditanya pada saya kenapa sampai begitu? Tapi ini tidak jalan. Tiba-tiba ada usul pergantian," katanya. Di sisi lain Mukmin menilai, jika usulan DPD PAN Muna yang menghendaki dirinya untuk diganti karena telah melakukan sidang Paripurna Istimewa terhadap menetapan Bupati Muna definitif pada Pilkada Bupati 2015 silam, maka hal tersebut menurutnya sangat keliru. Sebab dalam Paripurna Istimewa terkait mengumumkan berakhirnya masa jabatan bupati sebelumnya dr LM Baharuddin dan mengajukan usul pengesahan terhadap pasangan bupati Muna terpilih LM Rusman Emba dan Abdul Malik Ditu sudah sesuai mekanisme dan administrasi. "Jadi pada saat itu kemudian saya diharapkan untuk tidak proses itu (Sidang Paripurna Istimewa. Red) namun sebagai Ketua DPRD harus memiliki alasan dan argumentasi yang berbasis aturan. Tetapi disisi itu saya tidak menemukan alasan. Karena pemahaman kita bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Tidak ada lembaga negara lain untuk bisa membatalkan keputusan MK itu. Toh kalau ada persoalan dalam prosesnya, itu paling menyentuh pada masing-masing peribadi hakimnya. Namun untuk merubah dari keputusan A menjadi keputusan B, tidak mungkin lagi di dengar," terangnya Dengan demikian kata Mukmin, usulan pergantian tersebut merupakan penzoliman kader DPD PAN terhadap dirinya. Parahnya lagi, dalam pengurusan partai ia sebelumnya menjabat sebagai Sekertaris DPD PAN Muna, kini hanya ditugaskan sebagai Majelis Pertimbangan Partai. "Bukan partai yang menzolimi saya, tapi kader. Para pengurus yang kebetulan hari ini menjadi pengurus. Namun tidak menjamin besok-besok mereka akan tetap menjadi pengurus, karena proses kaderisasi partai itu dinamis. Jadi, saya nyatakan tidak kecewa sama partai, kalau saya kecewa tentu sama teman-teman. Sama-sama pengurus kok kenapa sampai begitu?," ketusnya. Mukmin mengakui bahwa belum lama ini dewan sudah menggelar sidang paripurna istimewa pergantian Ketua DPRD Muna. Hal tersebut dimulai sejak 11 April 2018 lalu. Namun, selama sidang berlangsung jujur Mukmin mengakui ia tak pernah hadir. " Sidangnya tidak korum akhirnya di skorsing satu jam. Setelah di skorsing satu jam lalu sidangnya dibuka lagi tapi pada saat dibuka tidak korum lagi. Jadi berdasarkan aturan setelah dua kali paling lama satu jam itu di skors tidak korum maka pilihannya itu ditunda paling lama tiga hari untuk kembali mengagendakan sidang. Jadi yang menetapkan Badan Musyawarah. Tapi sampai sekarang Badan Musyawarah juga belum korum. Bahkan sudah mau sampai satu bulan ini belum ada penjadwalan. Jadi berdasarkan aturan tinggal satu kali lagi. Ketika misalkan satu kali ini digelar tidak korum maka dianggap berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, bahwa tidak dapat mengambil keputusan. Maka dengan sendirinya usulan tersebut gugur," tandasnya (m1/b/hen)
  • Bagikan